Mengapa Pria Lebih Sulit Mengungkapkan Perasaannya Dibanding Wanita?

Dalam banyak kasus, pria lebih sulit mengungkapkan perasaannya. Kenapa hal ini bisa terjadi?
Seorang psikolog asal Amerika Serikat (AS), Kate Balestrieri, Psy.D, mencoba menjelaskan alasannya. 

Pertama, dalam hubungan romantis pria dan wanita, sangat umum jika dua orang memiliki cara pengelolaan emosi yang berbeda.

Beberapa langsung mengeluarkan emosi dengan menunjukkan melalui kata-kata dan sikap, beberapa lagi mencoba menahannya, agar bisa mempertahankan komunikasi yang efektif satu sama lain.

Namun, jika tidak dipahami satu sama lain, hal ini bisa menimbulkan persaingan 'pengaturan emosi' secara tidak langsung. Hal ini bisa membuat satu sama lain saling salah tafsir.

Memahami Alexithymia

Balestrieri menjelaskan bahwa dalam psikologi, terdapat istilah alexithymia yang berarti "tanpa kata-kata untuk emosi". Artinya, individu yang kesulitan memahami, memproses, atau mendeskripsikan emosinya.

Umumnya, alexithymia berfungsi sebagai pertahanan sementara terhadap rasa sakit emosional ketika seseorang menekan pengalaman sadar akan tekanan tersebut.

"Alexithymia dapat menyebabkan gaya keterikatan yang tidak aman dalam hubungan romantis orang dewasa. Pada anak-anak, alexithymia mungkin saat memiliki orang tua yang ambivalen, menolak, atau tidak tersedia secara emosional," ucapnya dalam Psychology Today, dikutip Jumat (19/4/2024).

Ciri-ciri Alexithymia

Alexithymia sendiri dapat muncul pada orang yang berbeda dengan gejala yang bervariasi. Menurut Panahi dkk. (2018) dan Scigala dkk. (2021), beberapa indikator alexithymia yang paling umum meliputi:

- Kesulitan mengatur emosi secara umum

- Kesulitan untuk tetap selaras dengan nilai dan keyakinan mereka sendiri (kerap bingung sendiri)

- Takut akan keintiman emosional

- Kesulitan mengartikulasikan perasaannya kepada diri sendiri atau orang lain

- Ekspresi emosi yang terhambat

- Kurangnya imajinasi internal

- Kesusahan dalam lingkungan sosial

- Suasana hati negatif

- Kapasitas empati yang terbatas

Banyak Terdapat pada Pria

Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa fenomena alexithymia lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Ini mungkin yang bisa menjadi alasan, kenapa pria akhirnya lebih sulit mengungkapkan perasaannya.

Penelitian juga mencatat bahwa pada usia dua tahun, anak laki-laki biasanya kurang ekspresif secara verbal dibandingkan anak perempuan. Penyebabnya, bisa karena sosialisasi.

Selain itu, anak laki-laki juga kurang ekspresif pada usia empat tahun dibandingkan dengan anak perempuan pada usia yang sama.

"Teman sebaya dan laki-laki lain di sekolah, keluarga, dan kelompok teman mungkin memperkuat aturan maskulinitas, dan menindas anak laki-laki yang tidak mematuhinya. Karena takut dianggap tidak cukup maskulin, diperlukan rasa represi emosional yang berlebihan, agar tidak mengambil risiko dikucilkan dari kelompok laki-laki," tulis Balestrieri.

Bisa dikatakan, tingkat alexithymia subklinis ditemukan lebih banyak terjadi pada pria. Meskipun tidak "normal", sifat tersebut telah menjadi "normal" karena sifat maskulinitas performatif yang menuntut sikap tabah.

Artinya, banyak ditemukan pada pria bahwa mereka harus menahan perasaannya dengan tabah dan hal ini menjadi sesuatu yang dinormalkan.

Nyatanya, tabah tidak semudah itu. Seringkali perasaan yang tertekan ini dapat diwujudkan melalui kedok kemarahan.

Maka dari itu, tidak mengherankan jika pria cenderung menggunakan strategi cut-off untuk mengelola emosinya. Laki-laki dilaporkan memiliki prevalensi keterikatan menghindar yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, karena mereka belajar untuk tidak terlihat lemah atau tidak maskulin.

Perlunya Kesadaran Emosional
Terlepas dari fenomena ini, penting untuk disadari bahwa emosi adalah keharusan biologis, yang diperlukan untuk kelangsungan hidup, baik untuk pria maupun wanita.

Peneliti menekankan bahwa kesadaran emosional dan kecerdasan adalah strategi evolusioner yang dapat dipelajari, bahkan di kemudian hari.

Dalam hal ini, perlu adanya upaya untuk mendekonstruksi batasan ekspresi diri yang dituntut oleh maskulinitas yang kaku terhadap laki-laki.

Secara psikologis, laki-laki berhak untuk dilihat dan emosinya diakui, tanpa mempertanyakan maskulinitasnya.

Sumber : detik

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel