Pedagang Martabak Legendaris Beromzet Rp 1,5 Juta/Hari, Bakal Warisi Bisnis ke Anak


Pedagang martabak legendaris di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Saleh (60) telah berjualan sejak tahun 1990. Hingga kini, omzetnya mencapai Rp 1,5-2 juta per hari.

Saleh juga telah memiliki pewaris usahanya. Pewarisnya yakni anak bungsunya yang kini masih kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) jurusan Tata Boga.

"Saya tidak menyuruh anak mewarisi usaha. Tapi dia sendiri yang mau," ujar Saleh, dalam perbincangan dengan detikFinance, di tempat usahanya di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Dua anak Saleh lainnya tidak mau mewarisi usahanya. Anak pertama sudah bekerja menjadi guru di Jakarta dan anak kedua bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Namun semua anaknya wajib bisa membuat martabak manis Bangka. Sebab untuk usaha cadangan saat terjadi keadaan darurat dalam bekerja.

Saleh kini hanya memiliki usaha martabak manis Bangka di Cibinong. Dulu dia memiliki 2 cabang yakni satu di Cilangkap, Depok, namun kini telah tutup. Usaha martabak lainnya di Naterman, Depok, dilanjutkan oleh saudaranya.

Selama ini Saleh telah melatih saudaranya untuk menjadi pengusaha martabak. Sekitar 25 orang saudaranya kini telah sukses menjadi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) martabak manis Bangka yang tersebar di Cisalak, Depok, Bandung, hingga Sumedang, Jawa Barat.

Saleh belajar membuat martabak manis Bangka ketika bekerja sebagai asisten koki di sebuah restoran Chinese Food terkenal di Jakarta Pusat. Saat itu tetangga tempatnya bekerja merupakan penjual martabak manis Bangka. Setelah pulang dari bekerja, Saleh belajar autodidak membuat martabak manis Bangka dari tetangganya.

"Saya pulang pukul 21.00 WIB, dari pukul 21.00 WIB sampai pukul 23.00 WIB saya main ke tetangga untuk belajar bikin martabak," cerita Saleh.

Setelah dia keluar dari kerjanya, Saleh mantap memilih usaha martabak manis Bangka. Dia juga mendapat dukungan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dulu dia mengajukan KUR BRI senilai Rp 7 juta pada 1997. Terakhir dia mendapatkan KUR BRI lagi pada Maret 2024 senilai Rp 200 juta dengan cicilan Rp 7 juta sebulan dalam jangka waktu 3 tahun.

Alasannya bahan martabak manis Bangka lebih sederhana dibanding makanan Chinese Food. Dalam sehari Saleh membuat sekitar 20-30 loyang martabak.

"Dulu bikin 30 loyang. Waktu krisis moneter bikin 120 loyang. Yang beli antre," tutur Saleh.
Usaha Saleh ini tidak terlepas juga dari dukungan Bank Rakyat Indonesia (BRI) melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Saleh awalnya mendapatkan KUR BRI pada 1997 senilai Rp 7 juta. Kini dia mendapatkan KUR BRI lagi pada Maret 2024 senilai Rp 200 juta dengan jangka waktu 3 tahun dan harus mencicil sekitar Rp 7 juta sebulan.

Ke depannya, Saleh ingin memiliki sendiri lokasi usahanya. Selama ini dia mengontrak di lokasi usaha yang sekarang. Saleh juga ingin mendapatkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dari BRI.

Direktur Bisnis Mikro BRI Supari dalam rilis pada November 2013 lalu, mengatakan, debitur baru KUR BRI tumbuh melampaui target yang ditetapkan pemerintah hingga Triwulan III 2023. Debitur KUR BRI baru hingga triwulan III 2023 telah mencapai 1,44 juta. Sedangkan target debitur KUR baru 2023 adalah 1,36 juta debitur.

Sumber : detik

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel